Jasa Kelautan

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir. Hal ini terlihat dari sebagian besar kerajaan nusantara memiliki armada laut yang besar dan pusat pengembangan ekonomi dan peradaban di daerah pesisir. Mulai dari masa kerajaan Hindu/Budha seperti Majapahit, kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, hingga masa kolonial Belanda dengan Batavia sebagai pusatnya.

Sampai saat ini, Indonesia melalui Kementerian Keleautan dan Perikanan serta instansi dan lembaga lainnya yang bergerak di bidang perairan dan laut masih terus berupaya mengembangkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya laut dengan tetap memegang prinsip keberlanjutan.

Jenis-Jenis Potensi

Potensi sumberdaya kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil itu sendiri sangat luas meliputi bidang ekonomi, teknologi, ekologis dan lingkungan, pertahanan dan keamanan, serta pendidikan dan penelitian. Kegiatan pemanfaatan potensinya juga cukup beragam, mulai dari perikanan (tangkap dan budidaya), industri manufaktur, teknologi, wisata, pertambangan dan mineral, transportasi, farmasi, kosmetik, benda-benda berharga, hingga bangunan atau konstruksi laut dan pantai. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, disebutkan bahwa sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya  nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumberdaya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain. Sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut. Sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan. Sedangkan jasa-jasa lingkungan meliputi keindahan  alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.

Secara umum, potensi kelautan dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok kategori, yakni:

  • Potensi Sumberdaya Dapat Diperbarui

Sumberdaya yang dapat diperbarui merupakan sumberdaya yang memiliki kemampuan pemulihan alami. Sehingga jumlahnya dapat diperbarui asal tidak diambil (ekstraksi) diluar kemampuannya. Sumberdaya ini meliputi perikanan tangkap, budidaya (payau dan laut), bioteknologi dan biofarmakologi. Potensi perikanan tangkap di Indonesia meliputi ikan pelagis (besar dan kecil), ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang, lobster, cumi-cumi dan ikan lainnya. Potensi budidaya di Indonesia, baik pantai/payau/tambak maupun laut didukung dengan adanya kondisi pantai yang landai. Komoditas yang dikembangkan meliputi ikan bandeng, udang windu, rumput laut, kerang-kerangan, kerapu, kakap, baronang dan lainnya.

Adapun potensi berbasis bioteknologi dan/atau biofarmakologi merupakan potensi pemanfaatan sumberdaya hayati untuk keperluan makanan sehat, farmasi, kosmetik, dan lain sebagainya. Pemanfaatannya melalui pengambilan senyawa bioaktif (squalance, omega-3, phycocolloids, biopolymers) dari mikroorganisme, invertebrata, alga, ikan ataupun bahan organik lainnya. Pemanfaatan garam sebagai media pengobatan dan kecantikan (seperti spa) juga termasuk dalam potensi bioteknologi/biofarmakologi. Pemanfaatan potensi ini sangat besar dan memiliki pasar yang luas. Seiring perkembangan teknologi, pemanfaatan biota laut tidak hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk industri farmasi (seperti tumor, anti cancer, antibiotik), bidang pertanian (fungisida, pestisida), industri kosmetik dan makanan (zat pewarna alami).

  • Potensi Sumber Daya Tidak Dapat Diperbarui

Sumberdaya yang tidak dapat diperbarui adalah jenis-jenis sumberdaya yang tidak mampu pulih secara alami, sehingga ketika jumlahnya habis, maka tidak dapat diganti. Sumberdaya ini umumnya berupa bahan mineral dan tambang, seperti minyak bumi, gas alam, bauksit, timah, bijih besi, pasir laut dan lainnya.

  • Potensi Energi Kelautan

Energi kelautan termasuk potensi non hayati yang dapat diperbarui sebagai sumber energi terbarukan (non-konvensional). Potensi energi yang dapat dikembangkan antara lain konversi energi panas laut (ocean thermal energy conversion), konversi energi perbedaan salinitas, energi gelombang pasang surut dan arus, dan angin. Isu akan adanya krisis energi dari bahan bakar minyak menyebabkan potensi energi kelautan menjadi sangat penting untuk dikembangkan. Terutama di Indonesia yang memiliki potensi besar namun masih sangat kecil pengembangan upaya pemanfaatannya.

  • Potensi Jasa Lingkungan

Potensi jasa lingkungan pada dasarnya merupakan potensi dari adanya laut itu sendiri, contohnya adalah pariwisata dan transportasi. Potensi wisata berbasis laut atau wisata bahari menjadi komoditas yang mendunia. Inti dari pengelolaan pembangunan wisata bahari adalah dengan mengembangkan dan memanfaatkan objek wisata, baik alam maupun buatan, yang terdapat di pesisir dan lautan. Objek tersebut antara lain berupa kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan ikan hias, bangunan dan struktur pantai, serta sosial budaya masyarakat pesisir. Potensi lainnya yang masih perlu dimanfaatkan secara optimal adalah jasa transportasi atau perhubungan laut, penanaman kabel bawah laut, serta bangunan dan konstruksi laut.

Upaya Pengembangan

Program-program yang dapat dikembangkan sebagai prioritas utama dalam upaya pembangunan kelautan antara lain ialah perikanan (tangkap, budidaya, pembenihan, dan pengolahan biota laut); wisata bahari (wisata pantai, olah raga air, panorama alam, pulau-pulau kecil hotel, penginapan, restoran, rumah makan, dan cindera mata); dan jasa kelautan (pelayanan pelabuhan, keselamatan pelayaran, perdagangan, pendidikan dan penelitian).

Kendala Permasalahan

Kendala yang dapat ditemui dalam upaya pengembangan jasa-jasa kelautan antara lain:

  • Animo masyarakat terhadap bidang perikanan dan kelautan masih kurang tinggi serta terbangunnya citra yang kurang positif seperti petani ikan dan nelayan yang miskin, rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat dan lain-lain.
  • Kegiatan pemanfaatan sumberdaya kelautan yang berlebih dan cenderung destruktif oleh kegiatan manusia.
  • Kondisi geografis Indonesia yang banyak terdapat isolasi sehingga sulit dijangkau sistem telekomunikasi dan transportasi.
  • Pengembangan ilmu dan teknologi kelautan belum menunjukkan hasil yang signifikan, efisien, tepat guna, murah dan aplikatif.
  • Adanya kesenjangan antara kelompok industri makro dan modern dengan kelompok usaha mikro dan tradisional.
  • Tingginya biaya investasi sarana prasarana kelautan dan perikanan.
  • Keterbatasan sumberdaya manusia yang mumpuni.

Dari berbagai sumber

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top